JUDUL: PENERAPAN KEGIATAN SANDIWARA BONEKA DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA EKSPRESIF ANAK PADA KELOMPOK B DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI 03 TOLADA KABUPATEN LUWU
UTARA.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Bahasa adalah
merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh manusia terutama
bagi anak, karena bahasa adala merupakan alat dalam berkomunikasi antara satu
orang dengan yang lain. perkembangan bahasa memiliki beberapa aspek, yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dari keempat aspek tersebut di
atas, yang paling sering kita gunakan setelah mendengarkan adalah kemampuan
berbicara atau biasa juga kita kenal dengan istilah bahasa ekspresif.
Bahasa ekspresif
adalah kemampuan yang
dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya.
(Moeslichatoen, 2004:35). Maka dari itu orang tua harus mampu menstimulasi
kemampuan anak dalam mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka inginkan, tanpa
ada paksaan dari orang lain. salah satu cara orang tua menstimulasi
kemampuanbahasa ekspresif anak adalah dengan cara memberikan pendidikan yang
sesuai dengan tahap perkembangan dan karakteriktik anak.
Taman Kanak-kanak adalah merupakan tempat yang sangat sesuai
dengan anak yang belum memasuki SD yang berada pada rentang usia 0-6 tahun
untuk merangsang berbagai kemampuan yang dimiliki oleh anak. Menurut Hurlock (1987) bahwa anak usia 4 sampai 6 ahun
merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai
6 tahun, pada usia ini secara teminologi disebut sebagai anak usia pra sekolah,
dimana pertumbuhan kecerdasannya pada masa ini mengalami peningkatan dari 50%
sampai 80%.
Kemampuan anak pada usia Taman Kanak-kanak, biasanya sudah
mampu mengembangkan keterampilannya mengekspresikan ide, perasaan dan pemikirannya,
disamping itu juga anak mampu memikat orang lain, anak juga dapat
mengekspresikan setiap apa yang mereka pahami dengan berbagai cara, seperti
bertanya, berdialog, bernyanyi dan mendengarkan cerita dan juga bercerita
sesuai dengan apa yang dialaminya. Oleh karena itu kata-kata serta tata bahasa dapat
diajarkan pada anak sejalan dengan pencapaian keterampilan mereka untuk
mengungkapkan buah pikiran serta gagasan yang ada dalam pikirannya.
Anak pada usia Taman
Kanak-kanak juga sudah
mulai mengerti konsep-konsep serta hubungan antar konsep.
Sebelum anak memiliki kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya,
anak belajar bahasa dari orang dewasa. Oleh karena itu orang dewasa yang berada di lingkungan anak
tersebut harus memberikan pengaruh yang positif terhadap tumbuh kembang pada
anak tersebut, karena hal tersebut mampu mempengaruhi anak, terutama bagi masa
depan anak itu sendiri.
Menurut Depdikbud
(1995:5) bahwa “berdasarkan kemampuan berbahasa anak Taman Kanak-kanak itu,
pada hakekatnya pembelajaran pengembangan kemampuan berbahasa dan keterampilan
menyimak, berbicara melalui ruang lingkup materi dipayungi oleh tema-tema
tertentu dalam Kurikulum Taman
Kanak-kanak".
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh
peneliti pada anak kelompok B di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada kabupaten
Luwu Utara, bekaitan dengan masalah kemampuan bahasa ekpresif anak,
diantaranya: anak kurang mampu memahami isi percakapan, sehingga kemampuan anak
untuk menanggapi umpan balik pada kegiatan tersebut sangat pasif, anak kurang
mampu mengekspresikan pendapatnya dan partisipasi anak dalam pembelajaran tidak
terlihat.
Berdasarkan
pendapat tersebut dan mengingat perkembangan kemampuan berbahasa di Taman
Kanak-kanak sangatlah penting dan diperlukan dalam mengembangankan bahasa lisan
pada anak, maka upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif
anak adalah dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan komunikatif
agar tercipta suasana yang menyenangkan dan mampu mencapai tujuan dalam proses belajar
mengajar tersebut. Oleh karena itu peran guru
sangat penting dalam memilih metode atau kegiatan yang sesuai denga tahap
perkembangan dan karakteristik tema yang akan kita ajarkan. Dari beberapa
metode atau kegiatan yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan
bahasa ekspresif salah satunya yaitu dengan cara bermain dengan menggunakan
media boneka atau biasa kita kenal dengan istilah sandiwara boneka.
Sandiwara boneka
adalah merupakan teknik bercerita dengan menggunakan media berupa boneka. dalam
penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan cara dimainkan
dalam sandiwara boneka. Boneka, hewan, dan miniature (dolls, animals, and
miniatures). Boneka merupakan model dari manusia, atau yang menyerupai manusia
(contohnya Bert), atau hewan. Seringkali boneka dimaksudkan untuk dekorasi atau
koleksi untuk anak yang sudah besar atau orang dewasa, namun kebanyakan boneka
ditujukan sebagai mainan untuk anak-anak, terutama anak perempuan.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa masalah yang dihadapi oleh
anak pada kelompok B di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten Luwu
Utara, sehingga perlu untuk ditingkatkan secara optimal. Oleh karena itu peneliti berupaya meningkatkan
kemampuan abahasa ekspresif anak melalui kegiatan sandiwara boneka di di Taman
Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten Luwu Utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
yang diajukan adalah: Apakah penerapan kegiatan sandiwara boneka dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif
anak pada kelompok B di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten
Luwu Utara?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah untuk mengetahui penerapan kegiatan sandiwara boneka dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif
anak pada kelompok B di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten
Luwu Utara.
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini
adalah:
1. Manfaat
Teoretis
a. Bagi
Peneliti, diharapkan dapat menjadikan bahan rujukan terutama dalam mengkaji
masalah penerapan
metode bercerita melalui kegiatan sandiwara boneka dapat meningkatkan kemampuan
bahasa ekspresif anak.
b. Sebagai
referensi bagi guru atau calon guru tentang masalah penerapan metode bercerita melalui kegiatan sandiwara
boneka dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi
guru, diharapkan bisa menjadi bahan masukan dalam menghadapi anak untuk dapat
mengetahui masalah penerapan
metode bercerita melalui kegiatan sandiwara boneka dapat meningkatkan kemampuan
bahasa ekspresif anak.
b. Bagi
anak didik untuk dapat meningkatkan kemampuan
bahasa ekspresif anak melalui metode bercerita berupa
kegiatan sandiwara boneka, khususnya bagi anak di Taman Kanak-kanak Negeri
03 Tolada Kabupaten Luwu Utara.
II.
KAJIAN
PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A.
Kajian
Pustaka
1. Pengertian Sandiwara Boneka
Menurut
(Montolalu, 2007:10.10) bahwa metode sandiwara boneka adalah teknik bercerita
dengan menggunakan boneka dan dapat pula dikombinasikan dengan menggunakan
panggung.
Sedangkan
menurut Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.19 bahwa bercerita dengan menggunakan
boneka (sandiwara boneka) adalah merupakan “kegiatan bercerita dengan
menggunakan media boneka sebagai pemeran tokoh dalam cerita dan beneka yang
digunakan bisa berupa boneka jari, boneka tangan dan boneka wayang”
Menurut
Malpalenisatriana (2011) bahwa sandiwara
boneka adalah guru bercerita dengan menggunakan berbagai macam boneka yang akan
dipentaskan dalam suatu cerita.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sandiwara
boneka adalah merupakan kegiatan bercerita dengan menggunakan media berupa boneka.
2.
Bentuk
Metode Sandiwara Boneka
Metode
sandiwara boneka adalah merupakan metode yang dapat diterapkan ketika guru akan
berserita dalam proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak. Menurut
(Montolalu, 2007:10.10) bahwa bercerita dengan menggunakan media boneka adalah
“merupakan teknik yang tidak kalah menariknya bagi anak dan dalam
pelaksanaannya banyak boneka yang bisa kita gunakan dalam kegiatan ini, yaitu
boneka tangan dan boneka jari”.
Sedangkan
menurut Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.19 bahwa kegiatan bercerita dengan
menggunakan media boneka sebagai pemeran tokoh dalam cerita, yang dapat digunakan bisa berupa boneka jari,
boneka tangan dan boneka wayang”. Berikut penjelasannya.
a. Boneka
Tangan
Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.20
bahwa boneka tangan adalah boneka yang ukurannya lebih besar dari boneka jari
dan bisa dimasukkan ke tangan”.
b. Boneka
Jari
Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.20
bahwa boneka Jari adalah “boneka yang dimasukkan kedalam jari tangan, bentuknya
kecil seukuran jari tangan orang dewasa”.
c. Boneka
Wayang
Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.20
bahwa boneka wayang adalah “boneka
berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi yang kita beri kayu sebagai pegangan
untuk dimainkan seperti halnya memainkan wayang”.
d. Boneka
dengan menggunakan panggung
Menurut
(Montolalu, 2007:10.12) bahwa “kegiatan bercerita melalui media boneka dengan
menggunakan panggungnya akan meningkatkan aspek-aspek perkembangan anak”.
Selanjutnya
menurut Jenkins (Montolalu, 2007:10.12) bahwa panggung boneka dapat membantu
anak untuk:
1)
Mengembangkan daya kreasi dan
imajinasinya; 2) Berkonsentrasi; 3) mengembangkan keterampilan berkomunikasi 4)
belajar bekerja sama; 5) mengurangi kecemasan, 6) memperoleh pengetahuan; 7)
mengenalkan tentang aturan kehidupana, 8) sadar akan perilakunya.
3.
Manfaat
Sandiwara Boneka
Menurut
Warta (2010), bahwa terdapapt beberapa keuntungan penggunaan boneka untuk
sandiwara adalah:
a. Tidak
memerlukan waktu yang banyak, biaya dan persiapan yang terlalu rumit.
b. Tidak
banyak memakan tempat, panggung sandiwara boneka dapat dibuat cukup kecil dan
sederhana.
c. Tidak
menuntut keterampilan yang rumit bagi yang akan memainkannya.
d. Dapat
mengembangkan imajinasi anak, mempertinggi keaktifan dan menambah suasana
gembira.
4.
Langkah-langkah
Sandiwara Boneka
Menurut
Menurut Gunarti, W. dkk (2010:5.21) bahwa dalam bercerita dengan menggunakan
media boneka (sandiwara boneka) terdapat beberapa langkah-langkah dalam
pelaksanaannya sebagai berikut:
a.
Siapkan segala perlengkapan yang
akan kita gunakan, seperti boneka panggung kecil (bila ada), tipe recorder, dan
kaset musik instrumenal (apabila ada).
b.
Atur posisi duduk anak yang
membuat anak merasa nyaman
c.
Kita dapat mengemukakan kalimat
prolog sebelum adegan cerita dimulai dengan diiringi dengan musik pengiring
sambil menyebutkan judul cerita
d.
Apabila menggunakan panggung,
bukalah layar pangung kemudian kenal tokoh boneka satu demi satu.
e.
Selanjutnya, kita dapat memulai
adegan demi adegan yang diperankan oleh boneka-boneka tersebut secara
bergantian, diiringi dengan musik pengiring. Ketika suatu adegan akan
bergantian, diiringi dengan musik pengiring. Ketika suatu adegan akan berganti
dengan adegan lain, tutuplah layar kembali atau turunkan boneka dari arah kanan
ke kiri atau sebaliknya. Boneka tidak diturunkan dari atas ke bawah seakan-akan
“tenggelam” di telan bumi.
f.
Ketika cerita sudah selesai
dituturkan, kita dapat mengajukan pertanyaan seputar cerita tersebut, misalnya
tentang judul cerita, tokoh cerita, isi cerita. Bisa juga meminta pendapat atau
komentar anak mengenai cerita tersebut. Dapat pula kita minta anak memperagakan
karakter suatu tokoh atau suatu kejadian dalam cerita tersebut.
g.
Selanjutnya guru bi sa
bersama-sama dengan anak menyimpulkan isi cerita tersebut, termasuk mencari
pelajaran dari isi cerita juga mencari solusi terbaik dari permasalahan yang
ada pada cerita tersebut.
h.
Akhiri kegiatan bercerita dengan
meminta anak untuk menceritakan kembali isi cerita atau tutup dengan nyanyian
yang menggambarkan isi cerita tersebut.
Menurut Al-Rasyid (2011) bahwa agar
boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka perlu kita
per-hatikan beberapa hal yang antara lain adalah:
a. Rumusan
tujuan pembelajaran dengan jelas. Dengan demikian akan dapat diketahui, Apakah
tepat digunakan permainan sandiwara boneka atau sandiwara yang lain.
b. Buatlah
naskah atau skenario sandiwara yang akan dimainkan secara terperinci. Baik
dialognya, settingnya dan adegannya harus disusun secara cermat, sekalipun
dalangnya dimungkinkan untuk berimprovisasi saat ia mendalang/memainkan boneka
tersebut.
c. Permainan
boneka mementingkan gerak dari pada kata. Karena itu pembicaraan jangan terlalu
panjang, dapat menjemukan penonton. Untuk anak-anak usia kelas rendah sekolah
dasar atau anak-anak TK, sebaiknya permainan boneka dirancang untuk banyak
melibatkan dialog dengan anak pada saat permainan.
d. Permainan
sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit. Agar pesan
khusus yang disampaikan kepada anak dalam permainan sandiwara boneka tersebut
dapat ditangkap/dimengerti oleh anak-anak/penonton.
e. Hendaknya
diselingi dengan nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi bersama. Bila
perlu dilanjutkan dengan dialog atau diskusi dengan anak-anak/penonton untuk
memantapkan pesan nilai yang diajarkan.
f. Isi
cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemampuan serta daya imajinasi
anak-anak yang menonton.
g. Selesai
permainan sandiwara, hendaknya diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya-jawab,
diskusi atau menceritakan kembali tentang isi cerita yang disajikan.
h. Jika
memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak untuk memainkannya.
5.
Pengertian
Bahasa Ekspresif
Menurut Fung
(2003:9) bahwa ”bahasa ekspresif atau mengemukakan pendapat yaitu anak sudah
dapat berbicara dengan jelas dan pengucapan huruf yang sempurna, serta anak
sudah mampu bercerita dan menggunakan kalimat lengkap”.
Menurut Moeslichatoen (2004:35) mengemukakan bahwa: “bahasa
ekspresif adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang
menjadi keinginannya’’. Anak-anak dapat berbicara sesuai
dengan aturan-aturan tata bahasa, dapat memahami kosa kata yang didengarkan
dalam percakapan yang umum dikenal. Anak-anak belajar berbahasa, sebagaimana
mereka memperoleh pengetahuan lainnya, yakni melalui pengalaman.
Lebih lanjut Mustakim, dkk (2005: 29) mengemukakan bahwa ”bahasa
ekspresif anak adalah bahasa yang digunakan untuk berbicara dan menulis.”
Sedangkan Menurut Syamsul B. Thalib (2004:115) mengemukakan bahwa, “kegiatan
berbahasa merupakan proses kognitif, termasuk penyimpanan, mengingat, dan
mengungkapkan kembali apa saja yang baru didengar atau disampaikan kepada
pendengar”.
Kemampuan anak mereproduksi sejumlah kata pada usia
tertentu, peran pembawaan dan lingkungan terhadap perkembangan bahasa anak, dan
bahasa egosentrik anak yang ukan merupakan alat komunikasi, melainkan tertuju pada
dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa bahasa ekspresif adalah pembicaraan yang dilakukan anak dengan menggunakan
bahasa lisan dalam kemampuan anak mengungkapkan kembali apa saja yang baru
didengar atau disampaikan kepada pendengar dalam sebuah percakapan
6.
Karakteristik
Bahasa Ekspresif Anak
Pada perkembangan bahasa ekspresif anak terdapat
beberapa karakteristik, yang harus diketaui sehingga mampu menstimulus
perkembangan bahasa ekspresi anak dengan baik. Menurut Dhieni (2008:9.5)
bahwa terdapat beberapa karateristik dalam kemampuan bahasa ekspresif anak pada usia 4-6 tahun yaitu:
a)
Terjadi
perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak ia telah dapat menggunakan
kalimat dengan baik dan benar.
b)
Telah menguasai
90% dari fonem dan sintaks dari bahasa yang digunakannya.
c)
Dapat
berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain
berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
d)
Sudah
dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosa
kata.
e)
Lingkup
kosa kata yang diucapkan anak menyangkut: warna, rasa, bau, kecantikan,
kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan (kasar dan halus).
f)
Sudah
dapat menjadi peran pendengar dengan baik.
g)
Dapat
berpartisipasi dalam sebuah percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang
lain , berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
h)
Percakapan
yang dilakukan anak usia 5-6 tahun telah menyangkut komentarnya terhadap apa
yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain serta apa yang dilihatnya.
Berdasarkan perndapat
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa karateristik perkembangan bahasa
ekspresif anak yaitu kemampaun bahasa anak memiliki tahap-tahap tersendiri yang
saling berkesinambungan antara yang satu dengan yang lainnya.
7.
Tahap
Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Menurut
Hildayani (2008:11.16) bahwa terdapat beberapa tahap dalam perkembangan
berbicara atau bahasa ekspresif anak yaitu:
Ketika
bayi, ia ‘bicara’ dalam bahasa tangis. Pada usia 6 minggu- 3 bulan, bayi mulai
mengembangkan sistem komunikasinya menjadi cooing
(ocehan tanpa arti yang jelas). Babbling,
atau keluarnya suara mirip suku kata, tampak pada usia 6-10 bulan. Memasuki
usia 1 tahun, anak telah dapat mengucapkan kata pertamanya. Tidak lama setelah
itu, mereka mulai menggabungkan dua kata untuk berbicara. Anak usia 2 tahun
telah dapat melakukan komunikasi engan kalimat sederhana. Di usianya yang
ketiga anak telah mampu menceritakan tentang kejadian pada saat itu. Anak usia
4-6 tahun telah berbicara dan berbahasa seperti layaknya orang dewasa.
Sedangkan menurut Frankenburg, W.K. (Indriyani,
2008:105) bahwa perkembangan berbicara bayi dan anak adalah sebagai beikut:
a.
Sekitar umur 7 sampai 10 bulan,
anak sudah bisa bersuara suku kata, musalnya: ma atau pa atau ta, atau da.
b.
Sekitar umur 11 sampai 13 bulan,
anak sudah mulai bisa memanggil: mama! atau papa
c.
Sekitar umur 13 sampai 15 bulan, anak sudah mulai bisa
mengucapkan 1 kata, misalnya: mimik, minum, pipis
d.
Sekitar umur 16 sampai 17 bulan, anak sudah mulai bisa
mengucapkan 2 kata.
e.
Sekitar umur 17 sampai 18 bulan, anak sudah mulai bisa
mengucapkan 3 kata
f.
Sekitar umur 19 sampai 22 bulan, anak sudah mulai bisa
mengucapkan 6 kata
g.
Sekitar umur 23 sampai 26 bulan, anak sudah mulai bisa
menggabungkan beberapa kata: mimik cucu
h.
Sekitar umur 24 sampai 28 bulan, anak sudah mulai bisa
menyebutkan nama benda dan gambar
i.
Sekitar umur 26 sampai 35 bulan, bicaranya 50% sudah dapat
dimengerti orang lain.
Sedangkan menurut Steinberg dan Gleason (Suhartono, 2005: 49) bahwa
“perkembangan bicara atau
bahasa ekspresif anak dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu: perkembangan pra sekolah, perkembangan kombinatori, dan perkembangan masa
sekolah”. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan
sebagai berikut:
a.
Tahap penamaan bicara pra sekolah, disebut juga dengan
perkembangan bicara anak sebelum memasuki masa sekolah, terbagi menjadi tiga,
yaitu
2)
Tahap penanaman, anak baru mulai mampu mengujarkan urutan
bunyi kata tertentu dan ia belum mampu memaknainya. Urutan bunyi yang
diucapkannya biasanya terbatas dalam satu kata
3)
Tahap telegrafis, anak sudah mulai dapat menyampaikan
peran yang diinginkannya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga
kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud tertentu dan ada hubungannya
dengan makna.
4)
Tahap transformasial, anak mulai berani
mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam
b.
Pekembangan bicara kombinatori, pada tahap ini anak sudah
mulai mampu berbicara secara teratur dan terstruktur. Bicara anak dapat
dipahami oleh orang lain dan anak sanggup merespon dengan baik positif maupun
negatif atas pembicaraan lawan bicaranya.
c.
Perkembangan bicara masa sekolah, merupakan perkembangan
bicara anak sejak memasuki sekolah dasar. Perkembangan bicara ini sudah dpat
dibedakan menjadi tiga bidang, yakni struktur bahasa, pemakaian bahasa dan
kesadaran metalinguistik.
Dengan melihat beberapa tahap perkembangan tersebut,
maka anak harus selalu mendapatkan stimulus sesuai dengan tahap
perkembangannya, agar kemampuan berbicara anak dapat memenuhi target dalam usia
perkembangannya
8.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi bahasa ekspresif
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
bahasa ekspresif pada anak. Menurut Sujanto (1992: 31) mengemukakan bahwa “ada 2 faktor yang
berperan dalam pengembangan bahasa ekspresif pada anak yaitu faktor internal
dan faktor eksternal”.
Untuk lebih jelasnya tentang beberapa faktor tersebut maka akan diuraikan sebagai berikut:
a. Faktor Internal, adalah faktor yang berasal dan dalam diri anak,
1)
Faktor intelegensi. Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas
linguistik, baik dari segi kwalitas maupun dari segi kwalitas.
2)
Faktor jenis kelamin. Anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa.
Namun, perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang secara tajam selaras dengan
bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya
perbedaan ini hilang.
3)
Faktor perkembangan motorik. Kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatannya merupakan hal
yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat.
4)
Faktor kondisi fisik. Kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta
gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indra. Misal anak
cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah.
5)
Faktor Kesehatan fisik. Kesehatan fisik sangat berhubungan dengan perhatian kita
terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, kesehatan indra, serta kesehatan rongga
hidung yang berpengaruh besar pada daya ingat anak.
b.
Faktor Eksternal
adalah faktor yang mempengaruhi di
luar diri anak, antara lain:
1) Faktor Keluarga. Anak memperoleh tempat yang membuatnya
dapat memahami bunyi bahasa dengan tepat, dapat menyimak dengan baik. Keluarga
yang memotivasi anak menyediakan lingkungan berbahasa yang sesuai, mata anaknya
akan lebih maju.
2) Faktor Lingkungan. Para psikolog menegaskan bahwa
lingkungan memiliki pengaruh. Penting terhadap perkembangan bahasa anak.
Anak-anak itu bervariasi selaras pembawaannya, demikian pula lingkungan yang
ada disekitar anak, dan di atas landasan lingkungan itulah kebudayaan mereka
dibangun. Setiap anak memiliki sifat dan pengalaman yang khas yang tidak
dimiliki oleh anak lain, karena itu terciptalah perbedaan individual diantara
anak. Anak dapat menstransfer bahasa dari
kelompoknya, begitu pula sebaliknya. Kadang-kadang anak menguasai puluhan kata
dan memahami maknanya dengan baik, tetapi dia tidak mampu menggunakan jumlah
kata yang membingungkan itu, dia hanya menggunakan beberapa buah saja saat
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. c). Faktor perbedaan status sosial. Anak yang secara sosial budaya berasal dari kalangan atas
dan menengah lebih cepat perkembangan bahasanya dari pada anak yang berasal
dari kalangan bawah.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang turut mempengaruhi pengembangan bahasa ekspresif pada anak adalah faktor internal
diantaranya adalah inteligensi, jenis kelamin, perkembangan motorik, kondisi
dan kesehatan fisik. Dan
faktor eksteren diantaranya adalah
keluarga, lingkungan dan status sosial.
9.
Indikator
kemampuan Bahasa Ekspresif Anak
Menurut
Permen nomor 58 tahun 2009, bahwa Indikator kemampuan berbicara pada anak usia
4 sampai <5 tahun adalah sebagai berikut:
a)
Mengulang kalimat sederhana.
b)
Menjawab pertanyaan sederhana.
c)
Mengungkapkan perasaan dengan
kata sifat (baik, senang,
d)
nakal, pelit, baik hati, berani,
baik, jelek, dsb.).
e)
Menyebutkan kata-kata yang
dikenal.
f)
Mengutarakan pendapat kepada
orang lain.
g)
Menyatakan alasan terhadap
sesuatu yang diinginkan atau
ketidaksetujuan.
h)
Menceritakan kembali
cerita/dongeng yang pernah didengar
Sedangkan Pada Permen nomor 58 tahun
2009, indikator kemampuan berbicara pada anak usia 5 sampai <6
tahun adalah sebagai berikut:
a)
Menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks.
b)
Menyebutkan kelompok gambar yang
memiliki bunyi yang sama.
c)
Berkomunikasi secara lisan,
memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan
membaca, menulis dan berhitung.
d)
Menyusun kalimat sederhana dalam
struktur lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan).
e)
Memiliki lebih banyak kata-kata
untuk mengekpresikan ide pada orang lain.
f)
Melanjutkan sebagian
cerita/dongeng yang telah diperdengarkan.
Berdasarkan
indikator tersebut di atas dan subjek dalam penelitian ini pada kelompok B maka
peneliti menggunakan indikator kemampuan berbicara atau bahasa ekspresif anak pada
anak usia 5 sampai <6 tahun.
B.
Kerangka
Pikir
Kegiatan bercerita merupakan salah satu kegiatan
yang sangat disukai oleh anak. Dimana pada pelaksanaannya dalam bercerita menggunakan
alat peraga sebagai media penjelas dari cerita yang didengarkan anak, sehingga
imajinasi anak terhadap suatu cerita tidak terlalu menyimpang dari apa yang
dimaksudkan oleh guru. dan dalam bercerita dengan menggunakan alat terdapat 2
bentuk yaitu alat peraga langsung dan alat peraga tidak langsung. Sedangkan
sandiwara boneka termasuk dalam bentuk bercerita dengan menggunakan alat peraga
tak langsung, yaitu menggunakan benda-benda yang bukan alat sebenarnya.
Bercerita dengan alat peraga tak langsung dapat berupa: 1) bercerita dengan
benda-benda tiruan (misalnya: binatang tiruan, buah-buahan tiruan, sayuran
tiruan), 2) bercerita dengan menggunakan gambar-gambar, berupa gambar dalam
buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan
jalannya cerita. 3) bercerita dengan menggunakan papan flanel., 4) membacakan
cerita, dan yang terakhir yaitu 5) sandiwara boneka.Berdasarkan kegitan
tersebut peneliti berupaya meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak melalui
sandiwara boneka. Karena bahasa ekspresif merupakan hal yang sangat penting
yang harus dimiliki anak, sehingga anak mampu mengungkapkan apa yang sebenarnya
inginkan.
C. Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan kerangka
pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan metode
bercerita melalui kegiatan sandiwara boneka dapat meningkatkan kemampuan bahasa
ekspresif anak pada kelompok B1 di Taman Kanak-kanak Negeri 03
Tolada Kabupaten Luwu Utara.
III.
METODE
PENELITIAN
A.
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam ini adalah berupa
pendektan kualitatif deskriptif. Dan untuk jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian tindakan kelas karena peneliti
berupaya meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif pada anak dengan menggunakan metode
bercerita melalui kegiatan sandiwara boneka, dan juga peneliti berusaha
mengkaji dan merefleksikan secara mendalam antara penerapan metode bercerita
melalui sandiwara boneka terhadap kemampuan bahasa ekspresif anak dalam proses
belajar mengajar di Taman Kanak-kanak.
B.
Fokus
Penelitian
Fokus dalam
penelitian ini, yaitu penerapan metode bercerita melalui kegiatan sandiwara
boneka dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak pada kelompok B di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada
Kabupaten Luwu Utara. Guna pengukuran fokus penelitian, berikut ini dikemukakan
defenisi operasional yang menjadi fokus penelitian yaitu metode bercerita
melalui kegiatan sandiwara boneka
dan kemampuan bahasa ekspresif pada anak seperti: menjawab pertanyaan yang
lebih kompleks yang berhubungan dengan sandiwara boneka, menyebutkan kelompok
cerita yang memiliki bunyi yang sama, berkomunikasi secara lisan, memiliki
perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca,
menulis dan berhitung, menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok
kalimat-predikat-keterangan), memiliki lebih banyak kata-kata untuk
mengekpresikan ide pada orang lain, dan melanjutkan sebagian cerita/dongeng
yang telah diperdengarkan.
C.
Setting
Penelitian
Lingkungan
penelitian yang dipilih oleh peneliti sebagai lokasi penelitian ini terletak di
Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten Luwu Utara. Taman Kanak-kanak
Negeri 03 Tolada Kabupaten Luwu Utara dipimpin oleh seorang kepala sekolah, dan
diajar oleh 9 orang guru. Kelompok A sebanyak 1 kelas dengan anak didik 12
orang, dan kelompok B sebanyak 3
kelas yaitu kelompok B1 berjumlah 24 orang, kelompok B2 berjumlah
25 orang, dan kelompok B3 berjumlah 25, jadi jumlah 86 orang anak
didik.
Yang menjadi
sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada
Kabupaten Luwu Utara yang berjumlah 86 orang. Sedangkan yang menjadi subyek
penelitian adalah kelompok B1 yang berjumlah 24 orang dan guru yang
mengajar sebanyak 1 orang
D.
Rancangan
Tindakan
Rancangan
tindakan pada penelitian ini, direncanakan terdapat 2 siklus, setiap siklus
dibagi menjadi 2 pertemuan setiap
pertemuan terdiri 4 bagian yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Adapun kegiatan yang di laksanakan setiap siklus secara terperinci di
uraikan sebagai berikut:
1.
Siklus I Pertemuan I
Kegiatan yang dilakukan pada siklus pertama
pertemuan I meliputi:
a.
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1)
Menyusun Rancangan Kegiatan
Harian (RKH)
2)
Membuat lembar observasi
mengenai peningkatan kemampuan
bahasa ekspresif anakmelalui kegiatan sandiwara boneka
b.
Pelaksanaan
tindakan
Kegiatan
Guru pada hari pertama
1) Kegiatan awal
a)
Guru meminta anak berbaris memasuki ruangan kelas
b)
Guru memulai dengan salam dan meminta anak didik untuk
berdoa sebelum melaksanakan kegiatan
2) Kegiatan Inti
a)
Guru mengemukakan tema yang akan diajarkan
b) Guru
menjelaskan tentang apa itu sandiwara boneka kepada anak
c) Guru
menjelaskan teknik pelaksanaan sandiwara boneka kepada anak
d) Guru
membimbing anak dalam pelaksanaan kegiatan sandiwara boneka
e) Guru
mengamati atau mengobservasi anak
3) Kegiatan istirahat
a)
Guru meminta anak mencuci tangan
b)
Guru meminta anak berdo’a sebelum dan sesudah makan
c)
Guru meminta anak untuk bermain
4) Kegiatan akhir
a)
Guru meminta anak untuk bernyanyi
b)
Guru meminta anak berdo’a untuk pulang dan mengucapkan
salam
c.
Pengamatan
/ Observasi
Pengamatan dilakukan oleh peneliti di dalam kelas,
yakni pada saat penyelenggaraan proses pembelajaran oleh guru. Pengamatan dan
pemantauan dilakukan secara komprehensif terhadap pelaksanaan penelitian
tindakan dan perilaku-perilaku anak dalam mengikuti proses belajar mengajar
dengan menggunakan panduan dan instrument penelitian yang telah dibuat
sebelumnya, sehingga diperoleh data-data empirik tentang kemampuan bahasa ekspresif pada anak
d.
Refleksi
Refleksi dilakukan pada saat berakhirnya semua kegiatan yang dilakukan.
Refleksi pada siklus pertama ini dilakukan dengan cara melakukan diskusi dengan
guru lain (observer) mengenai: (1) Analisis mengenai tindakan yang baru
dilakukan, (2) Mengulas dan menjelaskan intervensi, dan penyimpulan data yang
diperoleh.
2. Siklus I Kegiatan
II
Kegiatan yang dilakukan pada
siklus pertama pertemuan II meliputi:
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut :
1)
Menyusun Rancangan Kegiatan
Harian (RKH)
2)
Membuat lembar observasi tentang peningkatan kemampuan bahsa ekspresif anak
melalui kegiatan sandiwara boneka.
b.
Pelaksanaan tindakan
Kegiatan
Guru pada hari kedua
1) Kegiatan awal
a) Guru meminta anak
berbaris memasuki ruangan kelas
b) Guru memulai dengan
salam dan meminta anak didik untuk berdoa melaksanakn kegiatan
2) Kegiatan Inti
a) Guru mengemukakan
tema yang akan diajarkan pada hari itu
b) Guru
menjelaskan lagi tentang apa itu sandiwara boneka kepada anak
c) Guru
menjelaskan teknik sandiwara boneka kepada anak
d) Guru
membimbing anak dalam pelaksanaan kegiatan sandiwara boneka
e) Guru
mengamati atau mengobservasi anak
3) Kegiatan istirahat
a)
Guru meminta anak mencuci tangan
b)
Guru meminta anak berdo’a sebelum dan sesudah makan
c)
Guru meminta anak untuk bermain
4) Kegiatan akhir
a)
Guru meminta anak untuk melafalkan doa’ doa
pendek
b)
Guru meminta anak berdo’a untuk pulang dan mengucapkan
salam
Kegiatan
anak pada hari pertama
1) Kegiatan awal
a)
Anak melakukan
senam
b)
Anak berbaris memasuki ruangan kelas
c)
Anak membalas salam dan berdoa sebelum belajar
Teknik
pelaksanaan kegiatan
a)
Anak mendengar
namanya disebutkan guru
b)
Anak mengulang menyebutkan tema yang telah diajarkan
c)
Anak melihat cara sandiwara boneka
d)
Anak bermain sandiwara boneka
2. Kegiatan Inti
a)
Anak menyebutkan tema yang
akan dipelajari
b)
Anak menyebutkan tujuan dari sandiwara
boneka
c)
Anak bermain sandiwara boneka
3.
Kegiatan istirahat
a)
Anak mencuci tangan
b)
Anak berdo’a sebelum dan sesudah makan
c)
Anak keluar untuk bermain
4.
Kegiatan akhir
a)
Anak mengucapkan melafalkan surah-surah
pendek
b) Anak berdo’a untuk
pulang dan mengucapkan salam
c.
Pengamatan / Observasi
Pengamatan dilakukan oleh peneliti di dalam kelas,
yakni pada saat penyelenggaraan proses kegiatan berlangsung oleh guru. Pengamatan dan pemantauan dilakukan
secara komprehensif terhadap pelaksanaan penelitian tindakan dan perilaku-perilaku
anak dalam mengikuti proses belajar mengajar dengan menggunakan panduan dan
instrumen penelitian yang telah dibuat sebelumnya, sehingga diperoleh data-data
empirik tentang kemampuan
bahasa ekspresif anak.
d.
Refleksi
Refleksi dilakukan pada saat berakhirnya semua
kegiatan yang dilakukan. Refleksi pada siklus pertama ini dilakukan dengan cara
melakukan diskusi dengan guru lain (observer) mengenai: (1) Analisis mengenai
tindakan yang baru dilakukan, (2) Mengulas dan menjelaskan intervensi, dan penyimpulan
data yang diperoleh.
1.
Siklus II Kegiatan I
Kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua
a.
Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan pada siklus pertama maka tahap
perencanaan siklus kedua ini dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kembali faktor-faktor penyebab dan
gejala perilaku anak yang mengindikasikan kurang meningkatnya kemampuan bahasa
ekspresif pada anak.
2) Merumuskan kembali alternatif tindakan pembelajaran
dengan penggunaan kegiatan sandiwara boneka sebagai upaya meningkatkan kemampuan
bahasa ekspresif pada anak melalui kegiatan sandiwara boneka.
3) Menyusun rancangan tindakan pembelajaran penggunaan kegiatan
sandiwara boneka yang dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif pada anak.
b.
Pelaksanaan
tindakan
Kegiatan
Guru pada hari pertama
1. Kegiatan awal
a)
Guru meminta anak berbaris memasuki ruangan kelas
b)
Guru memulai dengan salam dan meminta anak didik untuk
berdoa melakukan
kegiatan
Teknik
pelaksanaan kegiatan
a)
Guru mengecek kehadiran anak didik
b)
Guru mengemukakan tema yang akan diajarkan
c)
Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan berupa
kegiatan sandiwara boneka
d)
Guru memberikan contoh setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan
e)
Guru memberikan
kesempatan kepada anak untuk bermain sandiwara boneka
2. Kegiatan Inti
a) Guru memperlihatkan
tema yang akan diajarkan
b) Guru memperlihatkan
pada anak cara bermain sandiwara boneka
c)
Guru meminta anak untuk mengikuti apa yang dilakukan guru
3.
Kegiatan
istirahat
a)
Guru meminta anak mencuci tangan
b)
Guru meminta anak berdo’a sebelum dan sesudah makan
c)
Guru meminta anak untuk bermain
4.
Kegiatan
akhir
a)
Guru meminta anak untuk mengucapkan rukun Islam
b) Guru meminta
anak berdo’a untuk pulang dan mengucapkan salam
c.
Pengamatan
/ Observasi
Pengamatan dilakukan oleh peneliti di dalam kelas,
yakni pada saat penyelenggaraan proses pembelajaran oleh guru. Pengamatan dan
pemantauan dilakukan secara komprehensif terhadap pelaksanaan penelitian
tindakan dan perilaku-perilaku anak dalam mengikuti proses belajar mengajar
dengan menggunakan panduan dan instrumen penelitian yang telah dibuat sebelumnya, sehingga diperoleh data-data
empirik tentang peningkatan
kemampuan bahasa ekspresif pada anak.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan pada saat berakhirnya semua kegiatan
yang dilakukan. Refleksi pada siklus pertama ini dilakukan dengan cara
melakukan diskusi dengan guru lain (observer) mengenai: (1) Analisis mengenai
tindakan yang baru dilakukan, (2) Mengulas dan menjelaskan intervensi, dan
penyimpulan data yang diperoleh.
2.
Siklus II kegiatan II
Kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua
a.
Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan pada siklus pertama maka tahap
perencanaan siklus kedua ini dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kembali faktor-faktor penyebab dan
gejala perilaku anak yang mengindikasikan kurang meningkatnya kemampuan bahasa
ekspresif pada anak.
2) Merumuskan kembali alternatif tindakan pembelajaran
penggunaan kegiaatan sandiwara boneka sebagai upaya meningkatkann kemampuan
bahasa ekspresi pada anak
3) Menyusun rancangan tindakan dan skenario
pembelajaran melalui kegiatn sandiwara boneka yang dapat meningkatkann kemampuan
bahasa ekspresif pada anak.
b.
Pelaksanaan
Tindakan
Kegiatan
Guru pada hari kedua
1) Kegiatan awal
a)
Guru meminta anak berbaris memasuki ruangan kelas
b) Guru memulai dengan
salam dan meminta anak didik untuk berdoa sebelum belajar
2) Kegiatan Inti
a)
Guru memotivasi anak untuk tetap semangat dan aktif
mengikuti kegiatan
b)
Guru mengemukakan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
c)
Guru memberikan contoh cara bermain
sandiwara boneka
3) Kegiatan istirahat
a)
Guru meminta anak mencuci tangan
b)
Guru meminta anak berdo’a sebelum dan sesudah makan
c)
Guru meminta anak untuk bermain
4) Kegiatan akhir
a)
Guru meminta anak untuk melafalkan
surah-surah pendek
b)
Guru meminta anak berdo’a untuk pulang dan mengucapkan
salam
c.
Pengamatan
/ Observasi
Pengamatan dilakukan oleh peneliti di dalam kelas, yakni pada saat penyelenggaraan proses
pembelajaran oleh guru. Pengamatan dan pemantauan dilakukan secara komprehensif
terhadap pelaksanaan tindakan dan perilaku-perilaku anak dalam mengikuti proses
belajar mengajar dengan menggunakan panduan dan instrument penelitian yang
telah dibuat sebelumnya, sehingga dipeloleh data-data empirik tentang peningkatan kemampuan bahasa ekspresif anak.
d.
Refleksi
Refleksi
ini akan dilasanakan di Taman Kanak-kanak Negeri 03 Tolada Kabupaten Luwu Utara
yang merupakan salah satu Taman Kanak-kanak yang berada dilokasi yang strategis
dan padat penduduknya.
E.
Teknik
dan Prosedur Pengumpulan Data
Teknik dan prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu : observasi, dan dokumentasi.
1.
Observasi
Teknik pengamatan atau observasi yang digunakan adalah untuk mengetahui penerapan sandiwara boneka dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak, secara langsung dengan merujuk pada pedoman observasi yang telah dibuat
untuk
tiap-tiap anak yang berisi tentang indikator tentang kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B1 melalui kegiatan sandiwara boneka.
2.
Dokumentasi
Teknik yang dilakukan
untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian seperti laporan kegiatan,
foto-foto, rekaman kegiatan dan data yang relevan lainnya.
F.
Teknik
Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
Data-data dalam penelitian ini
diperoleh melalui tiga cara, yakni: observasi partisipasif yang dilakukan oleh
guru dan observasi langsung pada anak.
Pengelolaan data-data dilakukan dengan: (a) pengecekan kelengkapan data, (b)
pentabulasian data, dan (c) analisis data. Analisis data yang dipergunakan
adalah teknik deskriptif. Sedangkan
jenis
penilaian atau indikator
keberhasilan yang dipergunakan ada tiga macam, yaitu:
Baik (B) : Apabila anak mampu melaksanakan kegiatan dengan cepat dan tepat dengan baik dalam berbahasa
ekspresif.
Cukup (C) : Apabila anak mampu melaksanakan kegiatan dalam berbahasa ekspresif, akan tetapi membutuhkan
waktu yang sangat lama dengan hasil yang tidak maksimal.
Kurang (K) : Apabila
anak tidak mampu melaksanakan kegiatan dalam berbahasa
ekspresif dengan baik
3 komentar:
Pak untuk referensi bukunya boleh saya minta, mau ta cari dan kalo memang ketemu mau ta beli. buat bahan referensi.
referensi yang tentang sanndiwara bonekanya pak.
Iyah pak boleh minta referensinya :( saya butuh banget nih bl
Posting Komentar